JAKARTA - Pupus sudah harapan Achmad Yamanie untuk
mengakhiri karirnya sebagai Hakim Agung dengan terhormat. Kemarin, Achmad Yamanie
resmi dipecat secara tidak hormat. Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) membuktikan kalau
Hakim Agung 68 tahun telah melanggar kode etik hakim. Dia terbukti
mengubah vonis gembong narkoba asal Surabaya, Hanky Gunawan.
Sidang yang berjalan sejak pukul 09.15 hingga 13.30
di Gedung Mahkamah Agung (MA) itu berjalan alot. Yamanie mencoba membela
diri, berharap permohonannya untuk bisa mundur secara terhormat tetap
dikabul. Selama berjam-jam dia mencoba meyakinkan para hakim bahwa dia
tidak bersalah. Terutama, poin sebagai dalang pengubah putusan.
"Saya tidak tahu kenapa putusan bisa berubah. Saya
tak pernah mengubahnya," ujar Yamanie. Dihadapan tujuh majelis hakim
dari MA dan Komisi Yudisial (KY), pria yang sudah menjadi pengadil
selama 40 tahun itu baru tahu ada putusan 12 tahun untuk Hanky Gunawan.
Seperti yang diberitakan, pemilik pabrik narkotika
itu awalnya divonis 15 tahun penjara oleh PN Surabaya. Hanky mencoba
mendapatkan keringanan dengan mengajukan banding, tapi Pengadilan Tinggi
malah menghukumnya menjadi 18 tahun. Tak terima, dia mengajukan kasasi.
Tetapi, malah divonis hukuman mati.
Masalah terjadi saat hukuman mati hendak dilakukan,
Hanky mencoba mengajukan Peninjauan Kembali (PK) agar lolos dari hukuman
itu. Gayung bersambut, sidang PK yang dilakukan oleh Ketua Majelis
Imron Anwari, Achmad Yamanie, dan Nyak Pa menganulir vonis mati. Hanky
hanya kena 15 tahun penjara.
Entah bagaimana, putusan yang sampai ke Surabaya
hanya 12 tahun penjara. Berbeda dengan di direktori putusan MA yang
tetap memvonis Hanky dengan 15 tahun penjara. Selama tiga jam diperiksa,
dia bersikukuh tak pernah mengubah putusan. "Saya hanya memberikan
koreksi pada pertimbangan hukum, bukan amar putusan," imbuhnya.
Versinya, sama seperti Hakim Agung Nyak Pa dia
sebenarnya ingin memvonis Hanky dengan 18 tahun penjara. Namun, Ketua
Majelis Imron Anwari tidak sependapat dan memilih 15 tahun penjara.
Akhirnya terjadi musyawarah dan disepakati 15 tahun penjara. Setelah
sidang, paintera pengganti dan operator datang ke ruangannya.
Sambil membawa berkas mereka meminta agar Yamanie
mengoreksi berkas sebelum dikirim ke Surabaya. Dilihatnya sudah ada
koreksi dari Imron Anwari, dia lantas menambahkan koreksi. Tambahan itu
adalah kata: kecuali sekedar lamanya pidana akan diperbaiki. "Saat
datang, mereka bilang diminta oleh ketua majelis (Imron Anwari),"
ucapnya.
Para hakim tidak percaya begitu saja, salah satu
hakim membacakaan hasil pemeriksaan operator yang mengetik putusan,
Abdul Halim. Dia mengakui mengetik putusan dari 15 tahun menjadi 12
tahun, namun semua itu karena disuruh Yamanie. "Dia (Yamanie) bilang,
sudah ubah dulu saja. Nanti saya yang kordinasi dengan ketua majelis,"
kata Halim.
Suparman Marzuki dari KY sempat geregetan dengan
Yamanie yang mengingkari hal itu. Apalagi, semua sudah ditulis dalam
berita acara pemeriksaan. Dia lantas bertanya apakah Yamanie sengaja
ingin membebankan masalah tersebut pada Ketua Majelis Hakim Imron
Anwari. Menurutnya aneh, Imron meminta mengubah putusan hanya lewat
lisan.
Apalagi, saat para hakim mengancam akan
mengkonfrontir keterangan Yamanie dengan beberapa pihak seperti Imron
Anwari dan Abdul Halim, Yamanie terkesan tak mau. Dia tidak menjawab
tegas permintaan itu, Yamanie hanya bilang sudang pernah dikonfrontir.
Meski pada akhirnya dia memasrahkan rencana itu.
Hakim lain, Imam Anshori Saleh yang juga dari KY
menyindir Yamanie sebagai robot. Dia heran, pengalaman selama empat
puluh tahun menjadi Hakim Agung tidak membuatnya kritis. Harusnya, kata
Imam, Yamanie bertanya kenapa ada perintah mengubah putusan kalau memang
benar Imron menyuruh.
"Anda Hakim Agung, masak tidak ada pertanyaan kenapa ada
perintah mengubah?," tanya Imam. Yamanie yang tertunduk hanya menjawab
singkat itu karena dia percaya. Dia makin tertunduk dan tidak bisa
menjelaskan saat hakim Artidjo Alkostar ganti menanyainya.
Artidjo bertanya seputar kebiasaan Yamanie yang asal tanda
tangan. Dia menilai sikap itu tidak benar karena hakim harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya ke masyarakat. Dikatakan meski tidak
semua masyarakat paham hukum, tetap memiliki akal sehat. Menilai adanya
keanehan dalam sikap Yamanie tentu bukan perkara sulit.
Ketua Majelis Hakim MKH, Paulus Effendi Lotulung akhirnya
menolak pembelaan diri Yamanie seluruhnya. Dia menyebut kalau Yamanie
terbukti melanggar perilaku etik hakim. Oleh sebab itu, layak diberi
sanksi terberat. "Menjatuhkan pemberhentian dengan tidak hormat,"
katanya lantas mengakhiri sidang.
Usai persidangan, Yamanie yang sudah dipecat secara tidak hormat itu tampak lemas. Dipandu beberapa
petugas akhirnya dia dibawa keluar sidang. Dia mengacuhkan semua
pertanyaan yang disampakan oleh wartawan dan bergegas menuju
kendaraannya.
0 komentar:
Posting Komentar